Madihin (berasal dari kata madah dalam bahasa
Arab yang berarti "nasihat", tapi bisa juga berarti
"pujian") adalah sebuah genre puisi dari suku Banjar. Puisi
rakyat anonim bergenre Madihin ini cuma ada di kalangan
etnis Banjar di Kalsel saja.
1. Sejarah Madihin
Asal mula adanya kesenian madihin sulit untuk
dipastikan, namun ada yang berpendapat bahwa :
- Madihin berasal dari Hindia sebab madihin dipengaruhi oleh
syair dan gendang tradisional dari Semenajung Malaka.
- Madihin berasal dari Tawia Kec. Angkinang Kab. H.S.S,
dari kampung Tawia inilah madihin tersebar luas hingga luar daerah. Salah
satu pemadihinan yang terkenal adalah almarhum Dullah
Nyangnyang.
- Madihin bersal dari Kec. Paringin (sekarang Kabupaten
Balangan) Kalimanatan Selatan.
Jadi siapa pencipta madihin dan asal pencipta
tersebut belum diketahui secara nyata, yang jelas madihin berbahasa Banjar ini
berarti penciptannya pun berasal dari orang Banjar. Madihin sudah ada setelah
Islam menyebar di Kalimantan Selatan sekitar 1800 an, diperkirakan kesenian
madihin ini dipengaruhi oleh kasidah atau rebana oleh sebab itu memiliki
kemiripan antara satu sama lain ( Anwar , 2002 : 4).
2. Diskripsi
Madihin
Madihin merupakan suatu kesenian yang mempunyai
karakter dan ciri-ciri khusus atau ciri tersendiri, baik dari syair, pemadihinan (pemain
Madihin) sampai pada alat musik yang digunakan. Madihin sebagai suatu
karya sastra lisan yang dipentaskan mempunyai fungsi sebagai penyajian estitis
(tontonan) yang dinikmati penonton ( Syukrani,1994:6 ).
Syair madihin dapat disesuaikan dengan perkembangan
situasi dan kondisi, sebab kata-kata yang dilontarkan tanpa ada konsep tertulis
terlebih dahulu (spontanitas) dan pada saat ditampilkan tergantung pada
permintaan penggemarnya.
Dalam kehidupan masyarakat orang Banjar, mungkin kata
madihin sudah tak asing lagi dan pernah melihat pertunjukannya. Madihin berasal
dari kata Madah, yakni sejenis puisi lama dalam sastra
Indonesia, yang terdiri dari syair-syair dengan kalimat akhir bersamaan
bunyi, sedang Madah dalam bahasa Arab mengandung makna
puji-pujian. Pendapat lain mengatakan bahwa madihin berasal dari bahasa Banjarpapadah atau mamadahi (dalam
bahasa Indonesia memberi nasehat). Semua opini ini dapat dibenarkan, sebab
masing-masing mempunyai kaitan yang sama dengan syair pantun dalam kesenian
madihin (Anwar , 2002 : 4)
3. Instrumen Madihin
Madihin adalah salah satu cabang kesenian
tradisional daerah Banjar Kalimantan Selatan. Senimannya disebut pemadihinan baik
lelaki maupun perempuan.
Terbang madihin terbuat dari kulit kambing yang sudah
dikeringkan. Kulit kambing tersebut diberi kerangka kayu dengan garis tengah ±30 cm dan bagian bawahnya
berukuran ±25 cm, kayu yang dipakai
dipilih secara apik yaitu dari jenis kayu yang cukup liat, misalnya jenis kayu
Jingah, batang pohon Nangka, batang pohon Tiwadak Banyu dan kadang-kadang juga
dipakai jenis Kayu Halaban, untuk mengencangkan kulit pada kerangka dipakai
rotan yang sudah diserut. (Azidin,1994:3).
4. Cara
Pementasan
Madihin dipergelarkan bisa sendirian atau
berpasangan, dalam bentuk pertandingan, sedang penonton sebagai jurinya.
Biasanya madihin dipergelarkan pada malam hari, lama waktu pergelaran
disesuaikan dengan keinginan penyelenggaranya, atau tergantung pada hasrat
penonton, terkadang penonton menghendaki madihin bergelar hingga jauh
malam. Pemadihinan tampil dengan sebuah terbang, sejenis
gendang berkulit. Ukurannya cukup besar, lebih besar dari pada rebana yang di
pakai untuk kesenian hadrah, terbang itu dipukul dengan kedua telapak
tangannya menurut rentak irama tertentu sebagai pembuka untuk menarik perhatian
penonton. Dinamik terbang yang dipalunya dikurangi sehingga berfungsi sebagai
iringan suaranya melagukan larik-larik yang selalu bersajak pada setiap akhir
kalimat. Larik-larik pembukaan tersebut merupakan perkenalan, isinya
menyebutkan jati dirinya, tujuan pelaksanaan madihin, dan topik-topik apa yang
dimadihinkannya, serta tidak lupa memohon kemaafan sekitarnya dalam pergelaran
madihin nanti dapat kekurangan dan kekhilapan yang dapat membuat penonton
kurang berkenan ( Azidin, 1994:5).
Pantun-pantun Madihin diucapkan oleh pemadihinan secara
spontanitas dan secara perlahan-lahan menuju sasaran yang sudah direncanakan.
Sasaran itu bisa berupa orang, kelompok orang, lingkungan, perilaku birokrasi,
lelucon dan bahkan apa pun bisa disampaikannya dengan baik. Kata-kata dalam
kesenian madihin mengandung unsur humor yang tinggi, karena itu menonton
madihin berarti siap untuk tertawa.
Menurut Syukrani (1994:9), struktur baku permainan
madihin adalah sebagai berikut:
- PembukaanYakni dengan melantunkan sebuah sampiran pantun yang
disebut membawakan Hadiyan yang diawali terlebih dahulu dengan
pukulan terbang pembukaan.
- Memasang tabiYaitu membawakan pantun yang berisi penghormatan
terhadap penonton, ucapan terima kasih, minta maaf jika ada kesalahan atau
kekeliruan ketika membawakan pertunjukan.
- Menyampaikan isiBagian ini disebut juga dengan manguran, yaitu
menyampaikan pantun yang isinya selaras dengan tema pergelaran madihin.
Sampiran pantun di dalam pembukaan harus selaras dengan isi yang akan
disampaikan oleh pamadihinan.
- Penutup
Yaitu menyampaikan kesimpulan dari keseluruhan isi
yang sudah disampaikan. Pada bagian penutup ini juga membawakan kata
penghormatan kepada penonton, serta mohon pamit dan di tutup dengan membawakan
sebuah pantun penutup.
Kesenian madihin pada mulanya dipergelarkan di
tempat-tempat terbuka, misalnya dipekarangan-pekarangan, tanah lapang atau di
sawah yang padinya sudah dipanen. Sawah yang padinya sudah dipanen tanahnya
keras karena pada waktu itu berbetulan dengan musim kemarau. Di tempat-tempat
itu dibuatkan semacam panggung frontal, diatas panggung diletakkan kursi yang
diperuntukkan bagi para pemadihinanduduk (Syukrani,1994:7)
5. Eksistensi Madihin
Dalam perkembangan sampai sekarang, kesenian madihin
sudah sering dipergelarkan di gedung-gedung mewah atau di tempat-tempat yang
dipandang cukup terhormat, sehingga ruang lingkup tempat bergelar tidak
lagi terbatas pada pekarangan rumah dan tanah lapang saja, namun keberadaan
kesenian madihin meski masih dipentaskan tetapi tidak seintensif dahulu. Dahulu
kesenian madihin hampir setiap malam dipentaskan, tetapi sekarang hanya
dipergelarkan dua minggu sampai empat minggu sekali dipergelarkan. Hal ini
disebabkan karena hadirnya kesenian modern yang sifatnya memanjakan masyarakat.
Keberadaan kesenian madihin terjadi penurunan
Intensitas, dahulu hampir semua acara memakai pergelaran kesenian madihin,
sekarang hanya dalam acara pengantin, pergelaran panggung hiburan yang sifatnya
pencarian dana, dan kegiatan-kegiatan pemerintahan.
6. Fungsi Madihin
Pada dasarnya fungsi madihin adalah sebagai hiburan
namun didalamnya terdapat juga berfungsi sebagai memberi pesan, media
informasi, sosialisasi program pemerintah, media pendidikan, pengarahan agama
dan media hiburan untuk mengumpulakan masyarakat untuk mencarian dana.
Peranan kesenian madihin sebagai memberi pesan adalah
karena madihin asal katanya dari kata maddahyang artinya memberi
nasehat atau papadah baik berupa nasehat mengenai pendidikan
maupun mengenai kelurga berencana. Madihin juga berperan sebagai mengkritik
pemerintah, kritik jenaka, media informasi, sosialisasi program pemerintah,
media pendidikan, dan pengarahan agama, karena kesenian madihin ini identik
dengan syair atau pantun sambil diiringgi lelucon agar orang itu tidak mudah
tersinggung, dalam hal apa saja kesenian madihin bisa masuk baik berupa
mengkritik pemerintah dalam hal yang bersifat tidak selaras dengan pembangunan.
Media informasi, pendidikan, sosialisasi program
pemerintah dan pengarahan agama juga bisa disampaikan lewat kesenian madihin.
Pemerintah menyampaikan program lewat pementasan kesenian madihin karena
dengan pementasan kesenian madihin orang dapat mendengarkan sosialisasi
pemerintah dengan santai dan juga sering diselinggi pesan-pesan agama.
0 コメント:
コメントを投稿